Tradisi
Kebudayaan Yogyakarta
udaya
Yogyakarta Kebudayaan DIY Daerah Isteimewa Yogyakarta - Propinsi Yogyakarta sering di
sebut sebagai kota budaya. Daerah ini memang sangat terkenal memiliki kekayaan
budaya yang beragam.
Dalam hal
kebudayaan propinsi Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Dalam
kehidupan sehari-hari seni dan budaya seolah tak terpisahkan dan sudah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Terbukti mulai masih kanak-kanak
sampai dewasa, banyak masyarakat Yogyakarta sangat sering menyaksikan dan
mengikuti beraneka ragam acara kesenian dan kebudaya di kota ini.
Tradisi
selalu di pertahankan oleh kebanyakan masyarakat Yogyakarta. Bahkan setiap
tahapan kehidupan mempunyai arti tersendiri. Nilai-nilai tradisional selalu
mewarnai upacara-upacara adat budaya Yogya. Bagi masyarakat propinsi
Yogyakarta, seni dan budaya sudah menjadi satu bagian yang seolah tak
terpisahkan dari kehidupan mereka.
Salah satu
kesenian khas daerah Yogyakarta antara lain kethoprak, ada juga jathilan, serta
wayang kulit yang sudah menyatu menjadi bagian budaya Indonesia. Selain itu
propinsi Yogyakarta juga sudah dikenal dalam pembuatan pakaian tradisional
dengan dengan cara dan gaya yang unik seperti batik kain dicelup.
Dalam
berkomunikasi, bahasa pengantar sehari-hari umumnya masyarakat Yogyakarta
menggunakan bahasa Jawa. Propinsi Yogyakarta merupakan salah satu pusat bahasa
dari sastra Jawa seperti bahasa parama sastra, ragam sastra, bausastra, dialek,
sengkala serta lisan dalam bentuk dongeng, japamantra, pawukon, dan aksara
Jawa.
Untuk
melestarikan budaya Yogya terdapat prasarana budaya sebagai penunjang terhadap
kelestarian serta pengembangan kreativitas seniman Yogyakarta dan hingga
sekarang terdapat 130 buah prasarana seperti panggung kesenian, pendopo, ruang
pameran, ruang seni pertunjukan, studio musik balai desa, auditorium, sanggar
seni, lapangan dll.
_indonesia-liek.blogspot.com/.../budaya-yogyakarta-kebudayaan-diy-...
Kesenian &
Tradisi
Salah satu kesenian tradisional di Kabupaten Bantul yang berkembang dalam
nuansa masa panen padi, adalah Gejog Lesung. Kesenian rakyat ini berasal dari
suara alu atau alat dari kayu yang dipukul-pukulkan secara teratur pada kayu
besar yang dibuat seperti perahu yang disebut lesung. Pada umumnya, lesung
dibuat dari kayu nangka atau munggur.
Pada jaman dahulu, lesung digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk
memisahkan padi dari tangkai-tangkainya. Padi kering dimasukkan ke dalam
lesung, kemudian ditumbuk dengan alu secara berirama. Setelah jaman kian maju,
membersihkan padi dengan lesung ditinggalkan, karena dinilai kurang dapat
memperoleh hasil yang banyak.
Kini, lesung tetap dilestarikan sebagai kesenian tradisional. Suara alu yang
dipukul-pukulkan pada lesung secara berirama itulah letak seninya. Penabuhnya
sekitar lima sampai enam orang. Untuk memunculkan variasi suasana, kini suara
lesung dipadukan dengan nyanyian tradisonal, yang dibawakan secara berkelompok.
Ada sekelompok orang yang nembang atau menyanyi sambil lenggak-lenggok menari.
Ada pula kelompok yang lain menari, meliak-liukkan tubuhnya sambil sekali-kali
berputar-putar sebagaimana layaknya menari dengan iringan gamelan lengkap.
Inisiasi: Tetesan
Tradisi tetesan ini diselenggarakan dengan tujuan memohon keselamatan bagi
anak perempuan.
Perlengkapan upacara yang diperlukan terbagi dalam dua jenis keluarga.
Golongan bangsawan akan menyediakan tumpeng robyong, tumpeng gundul, tumpeng
songgobuwono, tumpeng kencono, jenang baro-baro.
Golongan rakyat kebanyakan akan menyiapkan nasi gurih, ingkung, nasi golong
dengan lauk, jenang abang dan putih, jenang baro-baro, jajan pasar, nasi
ambengan dan kembang telon.
Tetesan diadakan pada waktu malam hari dan dihadiri oleh anak tetesan, ayah
ibu, famili dan tetangga terdekat. Upacara diawali dengan mandi air kembang
setaman sebelum proses inisiasi dimulai.
gudeg.net › Pendopo › Seni & Budaya
Wisata
Sejarah & Budaya
Candi Banyunibo
Candi Banyunibo berada di sekitar komplek
reruntuhan Kraton Ratu Boko, tepatnya di dataran rendah di Dusun Cepit,
Bokoharjo, Prambanan. Setelah mengunjungi Ratu Boko, Anda dapat dengan mudah
menemukan candi ini. Terletak kurang lebih 2 kilometer sebelah barat daya dari
Ratu Boko. Lokasinya terlihat menyendiri di antara kawasan pertanian dengan
latar belakang bukit Gunung Kidul di arah selatan.
Dibangun sejak abad ke-9, bangunan candi terdiri
atas satu candi induk yang menghadap ke barat dan enam candi perwara berbentuk
stupa yang disusun berderet di selatan dan timur candi induk. Ukuran
masing-masing fondasi stupa hampir sama, yaitu 4,80 x 4,80 meter.
Di sebelah utara candi induk, terdapat tembok
batu sepanjang kurang lebih 65 meter yang membujur arah barat timur.
Berdasarkan bentuk atap candi induk dan bentuk candi perwara yang berupa stupa,
maka latar belakang keagamaan Candi Banyunibo adalah Buddha.
Candi induk berukuran 15,325 x 14,25 meter dengan
tinggi 14,25 meter. Tubuh candi berukuran lebih kecil dari kakinya, sehingga di
sekeliling tubuh terbentuk lorong yang disebut selasar. Di sisi barat candi
terdapat penampil dengan tangga di tengahnya, berfungsi sebagai jalan masuk
atau pintu menuju bilik candi.
Pada dinding penampil sebelah kanan terdapat
relief seorang wanita yang dikerumuni anak-anak, sedangkan relief di dinding
kiri menggambarkan seorang pria dalam posisi duduk. Kedua relief tersebut
menggambarkan Hariti, dewi kesuburan dalam agama Buddha dan suaminya,
Vaisaravana.
Pada dinding luar tubuh candi terdapat arca
Boddhisatva. Pada dinding bilik sisi utara, timur, dan selatan terdapat
relung-relung yang menonjol dan berbingkai dengan hiasan bebentuk kala-makara
untuk menempatkan arca.
Alun-alun Selatan Yogyakarta
Sejarah
Salah satu ciri yang juga menjadi identitas bagi
pusat-pusat kota lama di Pulau Jawa adalah adanya alun-alun pada pusat kota
tersebut. Alun-alun di Pulau Jawa ini berupa sebuah lapangan luas yang
dikelilingi oleh pohon beringin di tengahnya. Salah satunya yaitu Alun-alun
yang berada di Kota Yogyakarta.
Di masa kerajaan Mataram, Alun-alun Kidul berfungsi
untuk menyiapkan suatu kondisi yang menunjang kelancaran hubungan antara
keraton dengan dunia luar. Alun-alun Kidul juga melambangkan kesatuan kekuasaan
yang sakral antara raja dan para bangsawan yang tinggal di sekitar alun-alun.
Sedangkan Alun-alun Lor berfungsi untuk menyediakan persyaratan bagi
berlangsungnya kekuasaan raja.
Alun-alun Kidul ini merupakan bagian belakang Keraton
Yogyakarta. Menurut sejarahnya, alun-alun Kidul dibuat untuk mengubah suasana
bagian belakang keraton menjadi seperti bagian depan karena Gunung Merapi,
Keraton Yogyakarta, dan laut Selatan Pulau Jawa jika ditarik dalam satu garis
imajiner akan membentuk satu garis lurus. Agar posisi Keraton Yogyakarta tidak
seperti membelakangi laut Selatan, maka dibangunlah Alun-alun Selatan.
Masih di dalam kompleks Alun-alun Kidul, terdapat
bangunan Sasana Hinggil yang pada zaman dahulu menjadi tempat bagi raja untuk
menyaksikan adu manusia dengan harimau yang disebut rampog macan, tetapi saat
ini berubah fungsi menjadi tempat pertunjukan seni.
Alun-alun Kidul (Selatan) saat ini
Alun-alun Kidul yang biasa disingkat Alkid atau dalam
Bahasa Indonesia berarti Alun-alun Selatan, merupakan wilayah bagian selatan
dari Kraton Yogyakarta. Saat ini Alkid menjadi sebuah ruang publik bagi
masyarakat. Berbagai macam kegiatan dapat dijumpai di Alkid. Menjelang sore
hingga malam hari, Alkid menjelma sebuah tempat rekreasi rakyat yang tentunya
sayang untuk dilewatkan.
Berbagai penjual makanan dapat dijumpai di
Alkid. Selain itu, pada malam hari kawasan Alkid ini juga menjadi wisata
bersepeda. Berjajar sepeda tandem hingga becak yang telah dimodifikasi
sedemikian rupa dengan hiasan lampu yang mencolok disewakan oleh sejumlah
pemilik sewa sepeda. Alkid juga menjadi area olahraga yang diminati oleh
masyarakat Yogyakarta.
Pada bagian tengah alun-alun terdapat dua buah pohon
beringin yang usianya cukup tua dan keduanya dibatasi oleh pagar benteng yang
kokoh. Pohon Beringin ini pun menjadi sebuah obyek permainan yang menarik.
Berawal dari kepercayaan masyarakat Yogyakarta tentang orang yang berhasil
melewati kedua Pohon Beringin tersebut dengan menutup mata, maka akan
dipermudah dalam meraih cita-citanya, maka saat ini banyak wisatawan yang
menyempatkan waktu untuk berkunjung mencoba permainan tersebut.
Terdapat kandang gajah di Alun-alun Kidul. Gajah yang
berada di dalam kandang ini adalah milik Kraton Yogyakarta. Dahulu gajah ini
sering dinaiki oleh anak-anak sebagai sarana hiburan. Tetapi saat ini hiburan
ini memang sudah berkurang walaupun istilah kandang gajah masih cukup familiar
di telinga masyarakat.
Letak Alun-alun Kidul yang berada di wilayah selatan
Kraton Yogyakarta memudahkan wisatawan untuk berkunjung. Anda hanya perlu
menemukan Kraton Yogyakarta dan mengikuti jalan ke arah selatan, maka anda akan
langsung menemukan alun-alun Selatan Yogyakarta.
Sejarah Jogjakarta
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
merupakan Propinsi yang mempunyai status sebagai Daerah Istimewa. Status Daerah
Istimewa ini berkaitan dengan sejarah terjadinya Propinsi ini, pada tahun 1945,
sebagai gabungan wilayah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten
Pakualaman, yang menggabungkan diri dengan wilayah Republik Indonesia yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
Ujung sebelah Utara dari propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan puncak gunung Merapi yang memiliki
ketinggian lk. 2920 meter diatas permukaan laut. Oleh para ahli gunung berapi
(vulcanolog) internasional, gunung api ini sangat terkenal karena bentuk
letusannya yang khas dan sejenis dengan letusan gunung api Visuvius di Italia.
Sampai saat ini gunung ini gunung Merapi sangat aktif Puncaknya mengepulkan
asap, yang merupakan panorama khas yang melatar-belakangi pemandangan kota
Yogyakarta sebelah Utara.
Luas Propinsi Daerah Istimewa, lebih
kurang 3.186 Km2 berpenduduk 3.020.837 orang (data Juni 1990) dan terbagi
menjadi 5 Daerah tingkat II, yakni : Kotamadya Yogyakarta, yang merupakan Ibu
kota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman, dengan Ibukota
Beran Kabupaten Bantul, dengan ibukota Bantul Kabupaten Kulonprogo, dengan
Ibukota kota Wates.
Setelah wafatnya Sri Sultan Hamengku
Buwono ke IX sebagi Guberneur Kepala Daerah Tingkat I Daerah Istimewa
Yogyakarta , Pejabat Gubernur Kepala Daerah Propinsi DIY dijabat oleh Sri Paku
Alam VIII yang sebelumnya sebagai Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta
Antara tahun 1568 – 1586 di pulau
Jawa bagian tengah, berdiri Kerajaan Pajang yang diperintah oleh Sultan
Hadiwijaya, di mana semasa mudanya beliau terkenal dengan nama Jaka Tingkir.
Dalam pertikaian dengan Adipati dari Jipang yang bernama Arya Penangsang,
beliau berhasil mucul sebagai pemenang atas bantuan dari beberapa orang
panglima perangnya, antara lain Ki Ageng Pemanahan dan putera kandungnya yang
bernama Bagus Sutawijaya, seorang Hangabehi yang bertempat tinggal di sebelah
utara pasar dan oleh karenanya beliau mendapat sebutan : Ngabehi Loring Pasr.
Sebagai balas jasa kepada Ki Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang
kemudian memberikan anugerah sebidang daerah yang disebut Bumi Menataok, yang
masih berupa hutan belantara, dan kemudian dibangun mejadi sebuah “tanah perdikan”.
Sesurut Kerajaan Pajang, Bagus Sutawijaya yang juga menjadi putra angkat Sultan
Pajang, kemudian mendirikan Kerajaan Mataram di atas Bumi Mentaok dan mengakat
diri sebagai Raja dengan gelar Panembahan Senopati.
Salah seoran putera beliau dari pekawinannya
dengan Retno Dumilah, putri Adipati Madiun, memerintah Kerajaan Mataram sebagai
Raja ketiga, dan bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo, Beliau adalah seorang
patriot sejati dan terkenal dengan perjuangan beliau merebut kota Batavia, yang
dekarang disebut Jakarta, dari kekuasaan VOC, suatu organisasi dagang Belanda.
Waktu terus berjalan dan peristiwa silih berganti.
Pada permulaan abad ke-18, Kerajaan
Mataram diperintah oleh Sri Sunan Paku Buwono ke II. Setelah beliau mangkat, terjadilah
pertikaian keluarga, antara salah seorang putra beliau dengan salah seorang
adik beliau, yang merupakan pula hasil hasutan dari penjajah Belanda yang
berkuasa saat itu. Petikaian itu dapat diselesaikan dengan bik melalui
Perjanjian Ginyanti, yang terjadi pada tahun 1755, yang isi pokoknya adalah
Palihan Nagari, yang artinya pembagian Kerajaan menjadi dua, yakni Kerajaan
Surakata Hadiningrat dibawah pemerintah putera Sunan Paku Buwono ke-III, dan
Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dibawah pemerintahan adik kandung Sri Sunan
Paku Buwono ke-II yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kerajaan
Ngayogyakarta Hadiningrat ini kemudian lazim disebut sebagai Yogyakarta dan
sering disingkat menjadi Jogja.
Pada tahun 1813, Sri Sultan Hamengku
Buwono I, menyerahkan sebagian dari wilayah Kerajaannya yang terletak di
sebelah Barat sungai Progo, kepada salah seorang puteranya yang bernama
Pangeran Notokusumo untuk memerintah di daerah itu secara bebas, dengan
kedaulatan yang penuh. Pangeran Notokusumo selanjutnya bergelar sebagai Sri
Paku Alam I, sedang daerah kekuasaan beliau disebut Adikarto. Setelah
Proklamasi Kemerdekaan RI, beliau menyatakan sepenuhnya berdiri di belakang
Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari negara persatuan Republik Indonesia,
yang selanjutnya bersatatus Daerah Istimewa Yogyakarta (setingkat dengan
Propinsi), sampai sekarang.
KOTA PELAJAR
Antara awal tahun 1946 sampai
akhir tahun 1949, selama lebih kuran 4 tahun, Yogyakarta menjadi Ibukota
Negara RI. Pada masa itu para pimpinan bangsa Indonesia berkumpul di kota
perjuangan ini. Seperti layaknya sebuah ibukota, Jogja memikat kedatangan
para kaum remaja dari seluruh penjuru tanah air yang ingin berpartisipasi
dalam mengisi pembangunan negara ini yang baru saja medeka. Namum untuk dapat
membangun suatu negara diperlukan tenaga-tenaga ahli, terdidik dan telatih.
Dan karena itulah yang melatar belakangin pemerintah RI untuk mendirikan
sebuah Universitas, yang kita kenal dengan nama Universitas Gajah Mada,
merupakan Universitas Negeri pertama yang lahir pada masa kemerdekaan.
|
|
Selanjutnya diikuti dengan
berdirinya akademi di bidang kesenian(Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi
Musik Indonesia), serta sekolah tinggi di bidang agama Islam (Perguruan Tinggi
Agama Islam Negaeri, yang selanjutnya menjadi IAIN Sunan Kalijaga). Pada waktu
selanjutnya juga bediri lembaga-lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta di
kota Yogyakarta, sehingga hampir tidak ada cabang ilmu pengetahuan yang tidak
diajarkan di kota ini. Hal ini menjadikan kota Jogja tumbul menjadi kota
pelajar dan pusat pendidikan. Sarana mobilitas paling populer di kalangan
pelajar,mahasiswa,karyawan,pegawai,pedagang dan masyarakat umum adalah sepeda dan
sepeda motor, yang merupakan sarana trasportasi yang digunakan baik siang mupun
di malam hari. Hal ini menjadika Jogja juga dikenal dengan sebutan kota sepeda.
PUSAT
KEBUDAYAAN
Pada hakekatnya, seni budaya yang
asli dan indah selalu terdapat di lingkunggan kraton dan daerah disekitarnya.
Sebagai bekas suatu Kerajaan yang besar, maka Yogyakarta memiliki kesenian dan
kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat sumber seni budaya Jawa. Hal
ini dapat kita lihat dari peninggalan seni-budaya yang dapat kita saksikan pada
pahatan pada monumen-monumen peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana
Sultan dan tempat-tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Dan
sebagian dapat disaksikan pada moseum-moseum budaya.
Kehidupan seni tari dan seni lainnya juga masih
berkembang pesat di kota Jogja serta nilai-nilai budaya masyarakat Jogja
terukap pula dalam bentuk arsitektur rumah penduduk, dengan bentuk joglonya
yang banyak dikenal di seluruh Indonesia. Andhong antik di Jogja memperkuat
kesan, bahwa Yogyakarta masih memiliki nilai-nilai tradisional. Seniman
terkenal dan seniman besar besar yang ada di Indonesia saat ini, banyak yang
didik dan digembleng di Yogyakarta. Sederetan nama seniman seperti Affandi,
Bagong Kusdiharjo, Edi Sunarso, Saptoto, Amri Yahya, Kuswadji Kawindro Susanto
dan lain-lain merupakan nama-nama yang ikut memperkuat pernanan Yogyakarta
sebagai Pusat Kebudayaan.
DAERAH
TUJUAN WISATA
Pada masa sekarang, seluruh predikat
Yogyakarta luluh mejadi satu dan berkembang menjadi satu dimensi baru :
Yogyakarta Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Keramah tamahan yang tulus, khas
Yogyakarta, akan menyambut para wisatawan di saat mereka datang, sengan
kemesraan yang dalam akan mengiring, saat mereka meninggalkan Yogya, dengan
membawa kenangan manisyang tidak akan mereka lupakan sepanjang masa.
Perananya sebagai kota Perjuangan, daerah Pelajar dan
Pusat Pendidikan, serta daerah Kebudayaan, ditunjang oleh panorama yang indah,
telah mengangkat Yogyakarta sebagai Daerah yang menarik untuk dikunjungi dan
mempesona untuk disaksikan. Yogyakarta juga memiliki berbagai fasilitas dengan
kualitas yang memadai yang tersedia dalam jumlah yang cukup, Kesemuanya itu
akan bisa memperlancar dan memberi kemudahaan bagi para wisatawan yang
berkunjung ke kota Yogya. Sarana transportasi, akomodasi dan berbagai sarana
penunjang lainnya, seperti santapan makan-minum yang lezat, serta aneka ragam
cinderamata, mudah diperoleh di mana-mana.
ogjaku.wordpress.com/2007/08/13/sejarah-jogjakarta/
Makanan Khas di Yogyakarta
Makanan Khas Yogyakarta Daftar Nama Masakan Jajanan Kuliner Khas Asli
Dari Yogyakarta - Provinsi
Yogyakarta yang sering juga di sebut dengan kota budaya menjadi salah satu
daerah tujuan wisata populer di Indonesia. Tak heran apa saja yang berhubungan
dengan pariwisata di Yogyakarta menarik untuk di jelajahi termasuk dalam hal
makanan khasn ya.
Yuk kita kenali makanan khas
indonesia yang berasal dari Yogyakarta.
Mungkin kebanyakan orang tahunya cuma gudeg Yogya yang memang sudah sangat
terkenal tersebut. Tapi sebetulnya masih banyak nama makanan khas Yogya seperti
kue tradisional Yogya, Masakan atau minuman asli khas dari Yogya, hingga
jajanan atau kue tradisional dari yogya.
Masakan Makanan Kuliner Khas Asli Yogyakarta :
Gudeg Yogya
/ Gudeg Nangka
Buat
penggemar kuliner nama Gudeg tentu sudah tidak asing di telinga. Nama Gudeg
kalau dalam bahasa Jawa adalah gudheg, merupakan makanan khas yang berasal dari
Yogyakarta dan Jawa Tengah. Makanan ini terbuat dari bahan nangka muda dan
dimasak dengan santan. Untuk memperoleh rasa yang lezat dan enak di butuhkan
waktu yang cukup lama hingga berjam-jam lamanya untuk membuat masakan ini.
Seringkali
terlihat Gudeg memiliki warna coklat hal ini biasanya dihasilkan karena daun
jati yang dimasak bersamaan. Biasanya dalam penyajiannya Gudeg dimakan dengan
nasi panas dan disajikan dengan kuah santan kental, daging ayam kampung, telur
ayam, tahu serta sambal goreng krecek.
Nah kalau
Gudeg merupakan jenis masakan kuliner yang biasanya untuk acara makan besar,
sekarng kita cari tahu nama makanan ringan, kue atau jejanan kuliner khas asli
Yogya.
Kue Jajanan Khas Asli Yogyakarta
Bakpia Yogya
Kue atau
jajanan Bakpia merupakan jenis makanan yang bahannya terbuat dari campuran
kacang hijau dengan gula dan dibungkus dengan tepung kemudian dipanggang. Di
setiap Kue Bakpia ini ada isinya. Isi bakpia juga bermacam-macam dan tidak
hanya kacang hijau. Mungkin juga karena perkembangan dan agar tidak bosan. Jika
Anda kebetulan pergi ke Yogya dan ingin membeli oleh oleh Bakpia ini ada
beberapa rasa bakpia yang bisa di pilih di antaranya cokelat, rasa keju, kumbu
hijau, atau kumbu hitam. Bakpia yang cukup populer dan dikenal salah satunya
yang berasal dari daerah Pathok (Pathuk), Yogyakarta.
Sebetulnya masih
banyak nama makanan dari yogya
seperti Ampyang, Cemplon, Enting-enting, Geplak, Getuk, Ongol-ongol dan masih
banyak lainya.
indonesia-liek.blogspot.com/.../makanan-khas-yogyakarta-daftar-na...